
(فَرْعٌ) ذَكَرَ ابْنُ الصَّلَاحِ وَالنَّوَوِيُّ فِي طَبَقَاتِهِمَا عَنْ الْبَيْضَاوِيِّ فِي شَرْحِ التَّبْصِرَةِ أَنَّ الْحَائِضَ لَا يَجُوزُ لَهَا الْقَضَاءُ، وَفِي شَرْحِ الْوَسِيطِ لِلْعِجْلِيِّ أَنَّهُ مَكْرُوهٌ، وَكَذَا فِي الْبَحْرِ، قَالَ: يُكْرَهُ لِلْحَائِضِ وَيُسْتَحَبُّ لِلْمَجْنُونِ وَالْمُغْمَى عَلَيْهِ . حاشية عميرة على المحلي ج ١ ص ١٣٩
Disebutkan oleh Ibnu Shalah dan an-Nawawi dalam Thabaqat keduanya, dari Imam al-Baidhawi dalam Syarh at-Tabsirah, bahwa wanita haid tidak diperbolehkan melakukan qadha’ (shalat). Sedangkan dalam Syarh al-Wasith karya al-‘Ijli disebutkan bahwa hal itu makruh. Demikian pula dalam kitab al-Bahr disebutkan: makruh bagi wanita haid, namun disunnahkan bagi orang gila dan orang yang pingsan.
Maksudnya: Mengqodho’ shalat yang ditinggalkan ketika haid hukumnya khilaf, ada yang mengatakan haram dan ada yang mengatakan makruh
Oleh: Zean Areev (pengajar di Ponpes Riyadhul Jannah Surakarta)
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id
















































