AKU MELIHAT SEORANG WANITA LANJUT USIA SHOLAT DI SEPANJANG MALAMNYA.
Tanggal 8 dzulhijjah kala itu, ketika kami beberapa orang pelajar putri Daruz Zahra berangkat naik bus bersama rombongan dari tempat kami tinggal selama di Mekkah menuju Mina untuk mengerjakan sunah haji, menginap di Mina pada malam Arofah.
Tak ada orang Indonesia selain kami. Mereka yang di tenda itu adalah orang Mekkah, Madinah, Zaman, Mesir, Oman, Kuwait dan Negara-Negara Arab lainnya.
Beruntung bahasa Arabku kala itu sudah cukup baik jadi aku bisa berkomunikasi dengan tetangga-tetangga baruku di kemah tersebut.
Dan beliau adalah tetangga yang bersebelahan tempat tidurnya denganku, seorang wanita yang usianya di atas enam puluhan tahun. Khadijah namanya, jujur sebenarnya aku tidak tahu apa-apa tentangnya dan tidak terlalu peduli padanya. Namun ketika nyaris semua orang Mekkah, Madinah selalu mengelilingi beliau, mulai dari sekedar curhat, meminta didoakan, hingga mereka minta tangan Hababah Khadijah “begitu mereka memanggil beliau” untuk di letakkan di dada mereka sambil berdoa, tahulah aku bahwa beliau bukanlah sembarang orang, dan aku pun merasa bangga menjadi tetangganya meski hanya beberapa malam saja. Bukankah tetangga memiliki hak lebih dari yang lainnya? Jika mereka mendapat jatah doa beliau, aku seharusnya mendapat lebih dari mereka semua. Maka aku mempersiapkan diri untuk mendapatkannya. Keesokan harinya, rangkaian ibadah haji yang dimulai dari wakuf di Arofah, Thowaf, Sa’i, hingga melempar jumrah yang berturut-turut, membuatku berada di titik terendah kekuatan fisikku. Membuatku tertidur lelap sekali saat itu.
Pendekatanku pada beliau dimulai pada hari Tasyrik pertama, usai melempar jumrah di sore hari aku menghampiri beliau dan kukatakan padanya tentang adanya hak tetangga untuk mendapat jatah doa dan nasehat darinya, beliau tersenyum dan bukan mendoakan malah mengajakku mengunjungi seseorang yang sakit di tenda itu,
“Sebagai tetangga yang baik, mari kita kunjungi tetangga kita yang sedang tertimpa musibah”, katanya sembari menarik tangganku. Aku menemani beliau sampai adzan Magrib terdengar dari tenda-tenda lelaki di samping tenda kami. Usahaku ternyata belum membuahkan hasil.
Selepas sholat, makan malam dan mendengarkan ceramah dari guru kami Al habib Umar bin Hafidz yang suaranya diperdengarkan lewat pengeras suara ke tenda wanita, aku kembali mendekati beliau. Kali ini lengkap dengan sebotol air mineral untuk beliau bacakan doa. Aku memang dibesarkan dalam keluarga yang percaya hal hal semacam ini. Jika seseorang dalam keluarga kami sakit, ayahku biasa membacakan Doa, Dzikir, Bacaan Al Qur’an dan sholawat pada air kemudian diminumkan pada orang yang sakit. Aku yakini hal-hal semacam ini. Meski penemuan tentang hidupnya air dan reaksinya ketika diucapka kata-kata yang baik molekulnya berubah indah hingga menjadi energi positif dalam tubuh manusia yang meminumnya, baru ku tahu 7 tahun kemudian dari sebuah buku karnya seorang professor besar di jepang.
Aku ajukan air itu pada beliau namun beliau berkata:
“Wudhu saya batal, bagaimana jika saya wudhu terlebih dahulu?, tetangga kecilku… katanya.
Aku mengangguk tanda setuju.
Selepas berwudhu beliau langsung mengerjakan sholat yang kutahu pastilah sholat sunah wudhu. Begitu ia salam aku menyodorkan kembali air itu. Beliau mengambilnya lalu meletakkan di samping tempat tidur seraya berkata;
“Bagaimana kalau saya sholat witir dulu dua rakaat?.”
Aku tentu tak mungkin mencegahnya, aku cuma bisa mengangguk pasrah. Dan memilih menunggu beliau selesai sholat sambil duduk di atas tempat tidurku sendiri.
Sholatnya ternyata lama sekali. Aku mulai tak sabar menunggu, dan mungkin kelelahan setelah mengerjakan ibadah haji kemarin masih tersisa, mataku mulai nanar tak jelas memandang, tanda kantuk menyerang.
Aku membaringkan tubuhku, dan sampai menjelang tidurku aku masih melihat beliau belum selesai dari dua rakaat Witirnya yang entah surat apa yang beliau baca. Aku terbangun dan melihat kemah sudah gelap, pertanda sudah lewat pukul dua belas malam dan ternyata aku dapati Hababah Khadijah masih mengerjakan sholatnya. Aku memandangnya takjub tanpa beranjak dari tempat tidurku, sekilas dari cahaya remang remang kusaksikan matanya yang sembab dan air mata mengalir membasahi pipinya yang mulai keriput. Aku terus memandangnya sampai mataku tak bisa lagi berkompromi. Aku kembali tak sadarkan diri, tertidur pulas sekali.
Aku terbangun lagi dan segera kulihat jam yang kutaruh di bawah bantalku, jam dua dini hari. Tanda masih gelap, tak ada suara, begitu sunyi senyap, sepertinya semua orang sudah tertidur lelap.
Namun Subhanallah… Hababah Khadijah masih berdiri di sholatnya, entah ke rakaat yang berapa?.
Aku memandangnya dengan iri kali ini, bukan air mata yang kusaksikan dalam keremangan cahaya justru seulas senyum yang terpancar pada wajahnya dan kulihat tak ada kelelahan di sana. Aku hanya bias memandanginya, dan sungguh baru mampu memandanginya kaerna untuk bangun dan mengerjakan sholat bersamanya, rasanya badan ini begitu malas dan penat luar biasa. Kubiarkan diriku tertidur lagi.
Aku terbangun lagi kali ini lampu tenda sudah menyala, terlihat beberapa orang tengah mengerjakan sholat Tahajjud di sela-sela tempat tidur, terdengar pula suara dzikir dari kemah sebelah. Aku memaksakan diri untuk bangun dan mengambil wudhu. Namun sebelum aku benar-benar berdiri, baru kusadari, Hababah Khadijah masih tengah sujud dalam sholatnya. Aku terkesima dan takjub luar biasa. Sungguh seumur hidup baru kali ini kusaksikan seseorang sholat di sepanjang waktu malam, dan andai tak menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri barang kali aku tak pernah percaya bahwa di zaman sekarang ini masih ada seseorang melakukannya.
Aku ambil botol air mineralku yang semalam beliau taruh di samping sajadahnya, aku menutupnya dan tak lagi merengek padanya untuk membacakan doa pada air tersebut. Pemberian Allah pada beliau semalaman dalam sholat pastilah cukup membuat air ini bernilai luar biasa.
Sumber: Buku Bidadari Bumi, 9 Kisah Wanita Shalehah buah karya Halimah Alaydrus.
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id