
Kitab Mukhtar Hadits Karya Alhabib Umar bin Hafidz
الحمد لله رب العالمين و به نستعين على أمور الدنيا والدين. والصلاة والسلام على سيد المرسلين وعلى آله وصحبه أجمعين. وَ لا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم. سبحانك لا علم لنا إلا ما علمتنا إنك أنت السميع العليم. رب اشرح لي صدري و يسر لي أمري و احلل عقدة من لساني يَفقهُوا قولي. آمين
Pondasi Amal Perbuatan
الحديث الأول
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (( إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا، أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ ))
Artinya: “Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Bahwasanya semua amal itu tergantung kepada niat, dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai apa yang ia niatkan. Barangsiapa niat hijrahnya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan melaksanakan perintahnya Rasulullah maka hijrahnya akan memperoleh balasan dari Allah dan Rasul-Nya. Dan Barangsiapa niat hijrahnya karena sebab dunia yang ingin ia raih atau karena seorang wanita yang hendak ia nikahi maka Hijrahnya sesuai dengan apa yang ia inginkan dari hasil dunia atau menikahi perempuan yang jadi idaman nya.”
Hadist ini menjelaskan bahwa amal perbuatan dianggap sah menurut kacamata agama apabila disertai niat, maksudnya amal perbuat seorang hamba itu tidak dianggap bernilai dalam kacamata syari’at dan juga tidak memiliki tingkatan balasan pahala kecuali dengan niat.
Hadits tentang “Amalan-amalan itu hanyalah tergantung pada niatnya.” Imam Haddad ( al-Imam al-quth al-Habib Abdulloh bin ‘Alwi al-Haddad) radiyallahu ‘anhu berkata, “Manusia itu berniat dan bertindak, Allah yang menyempurnakan apa yang Ia inginkan, adakalanya tindakan manusia sesuai dengan ketetapan qodho’ dan qodar, apabila tindakannya sesuai qodho’ dan qodar maka sempurnalah amal perbuatannya, dan apabila perbuatan tersebut tidak sesuai dengan qodho’ dan qodar maka amal tersebut tidak akan selesai dengan sempurna, akan tetapi manusia masih mendapatkan bagian atas apa yang ia niatkan dari kebaikan dan keburukan.”
Imam Haddad radiyallahu ‘anhu berkata, “Beramallah karena Allah sesuai kadar semangat dan niatmu, bahwasanya pahala diberikan sesuai kadar ukuran semangat dan niat bukan berdasarkan atas kadar amal perbuatan, sesungguhnya harta simpanan Allah penuh dengan amal ibadah. Apabila ada salah satu Malaikat dari sebelum terciptanya dunia sampai hari Kiamat selalu dalam keadaan sujud, yang lain selalu dalam keadaan ruku’ dan Allah memberikan mereka nikmat dengan selalu berdzikir kepada Allah sebagaimana telah diketahui dari keadaan mereka para malaikat maka amal perbuatamu tidak ada nilainya hanya saja yang menjadi nilai amalmu adalah dengan niat. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berterima kasih kepada katak disaat Katak membawa air di dalam mulutnya supaya ia (katak) dapat memadamkan api Namrud dari Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam, maka ditanyakan kepada katak, “Apakah engkau mampu memadamkannya? Sang katak menjawab, “Ini batas kemampuanku.” Maka Syari’at melarang membunuh katak. Dan cicak saat mulai meniup ke arah api Namrud, ia (cicak) berkata, “Aku ingin menampakkan rasa gembira atas musibah yang menimpa Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam.” Maka Allah menghinakannya sehingga syari’at menyukai untuk membunuh cicak.”
Imam Haddad radhiyallahu ‘anhu berkata,
رُبَّ قَلِيْلٍ كَثَّرَتْهُ النِّيَّةُ، وَرُبَّ كَثِيْرٍ قَلَّلَتْهُ النِّيَّةُ
Artinya: “Terkadang amal sedikit bisa menjadi banyak karena banyaknya niat, dan terkadang amal banyak bisa menjadi sedikit karena sedikitnya niat.”
Imam Haddad radhiyallahu ‘anhu berkata, “Setiap amal perbuatan yang dilakukan oleh anak manusia karena Allah, ia menyadari bahwasanya ia tidaklah melakukan amal perbuatan itu kecuali karena Allah maka tidak ada masalah baginya dari ganguan betikan-betikan keburukan dalam hati.”
Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata, “Barangsiapa mengklaim bahwa dirinya memiliki niat baik maka lihatlah amal perbuatannya, karena setiap amal perbuatan menunjukkan niat. Apabila amal perbuatannya baik maka itu membuktikan atas baik niatnya, dan apabila amal perbuatanya buruk maka itu membuktikan atas rusak niatnya.”
Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata,
«إِذَا عَمِلْتَ خَيْرًا فَانْوِ الْعَوْدَ إِلَيْهِ، فَإِنْ لَمْ يَتَّفِقْ لَكَ الْعَوْدُ؛ فَتُثَابَ عَلَى نِيَّتِكَ، وَكَذٰلِكَ إِنْ لَمْ تَكُنْ قَدْ عَلِمْتَهُ فَانْوِهِ»
Artinya: “Apabila engkau telah mengamalkan satu kebaikan maka berniatlah untuk kembali mengamalkannya. Apabila engkau belum beruntung bisa mengulangi kembali amal perbuatan tersebut maka engkau akan diberi pahala atas niatmu, dan begitu pula jika engkau belum pernah mengamalkan perbuatan tersebut maka niatkanlah untuk melakukannya.”
Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan pertolongan kepada seseorang apabila ia berniat melakukan satu kebaikan hingga ia mulai melakukan niat baiknya tersebut.”
Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kefahaman bersumber dari dua sisi, kefahaman yang diperoleh dari ilmu dan kefahaman yang diperoleh dari amal perbuatan. Ilmu pengetahuan sangat banyak, manusia tidak perlu mengamalkan ilmu secara keseluruhan, melainkan hanya sebagian saja seperti beberapa ibadah, begitu pula manusia tidak perlu mengamalkan setiap amal ibadah, dan yang khusus ia amalkan dari amal ibadah hanyalah sedikit sekali. Adapun amal perbuatan yang tidak harus ia melakukannya seperti adat kebiasaan kemudian ia berniat apabila ia melakukannya hendaknya ia memperbaiki niat dalam melakukan adat kebiasaan itu supaya memperoleh pahala niat.”
Imam al-Ahsa’iy berkata, “Aku pernah mendengar seorang mu’allim (guru / pengajar) dari keluarga Baghorib (nama keluarga/bangsa) meminta izin kepada Beliau (Imam Haddad) dalam membangun sebuah masjid di kebun kurma miliknya dekat Masileh ‘Idim setelah adanya banjir yang merobohkan satu masjid yang ada di sana. Maka Beliau mengatakan kepadanya, “Apabila niatmu dalam pembangunan masjid itu murni karena Allah maka kami tidak akan melarangmu untuk membangunnya. Dan apabila niatmu tidak murni karena Allah maka janganlah engkau membangunnya.” Maka ia menjawab, “Tentu saja niatku murni karena Allah.” Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata, “Perhatikanlah seandainya engkau telah membangun masjid itu dan engkau telah susuh payah dalam pembangunannya serta engkau telah menghabiskan harta yang banyak dalam pembangunannya, kemudian ketika telah sempurna pembangunan masjid tersebut ternyata masjid itu tidak dinisbahkan (dikaitkan) kepadamu, hanya saja masjid tersebut dinisbatkan kepada orang lain, sehingga dikatakan ini adalah masjidnya fulan (bukan namamu) dan masjid tersebut dikenal dengan sebutan itu sedangkan masjid tersebut tidak pernah dikaitkan kepada dirimu, namamu tidak pernah disebutkan sedikit pun dengan masjid itu. Apakah engkau melihat dirimu mematuhi hal demikian?”. Kemudian ia berfikir sejenak kemudian menjawab, “Aku tidak melihat diriku mematuhi hal demikian.” Maka Beliau radhiyallahu ‘anhu mengatakan kepadanya, “Tinggalkan pembangunan masjid itu karena niatmu tidak murni karena Allah.”
Rasulullah menjelaskan hanyalah amal perbuatan itu dinilai sesuai dengan niatnya dan setiap orang akan memperoleh balasan sesuai dengan apa yang ia niatkan.
Hadits ini memberikan beberapa faedah dalam sebuah amal perbuat antara lain:
- Amal perbuatan yang biasa dikerjakan setiap hari, bisa menjadi sebuah amal ketaatan yang berpahala apa bila sang pelaku meniatkannya untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti makan, minum apabila ia saat makan minum ia niatkan supaya kuat untuk menunaikan ibadah kepada Allah. Misalkan juga tidur, apabila sang pelaku meniatkan istirahat dengan tidur supaya bisa bangun untuk menunaikan sholat subuh diwaktunya. Misalkan juga suami istri, melakukan hubungan dengan tujuan supaya bisa mendapat keturunan yang Sholeh Sholehah dan menjaga diri dari perbuatan zina dan masih banyak lagi.
- Hadits ini juga menjelaskan bahwa barang siapa berniat melakukan sesuatu maka ia akan tetap memperoleh pahala meskipun belum bisa melaksanakannya karena ada halangan syar’i seperti orang sakit yang tidak bisa mengikuti sholat berjamaah padahal ia berniat untuk sholat berjamaah kalau misalnya ia tidak sakit.
Dalam sebuah hadits disebutkan,
نية المؤمن أبلغ من عمله، ونية الفاجر شرّ من عمله
“Niat seorang mukmin itu lebih baik dari pada amal perbuatannya, dan niatnya orang jahat itu lebih buruk daripada amal perbuatannya”.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwasanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan memberikan balasan kepada hamba atas apa yang ia niatkan dengan suatu balasan yang Allah tidak akan memberikan balasan itu kepada hamba atas amal perbuatannya.
Seyogyanya orang berakal hendaknya ia memperbanyak niat-niat yang baik supaya ia memperoleh balasan pahala atas apa yang ia niatkan. Karena satu amal perbuatan yang disertai dengan berbagai macam niat maka ia akan dibalas sesuai dengan apa yang ia niatkan. Contoh seseorang masuk kedalam masjid dengan niat i’tikaf, menungu datangnya waktu sholat, menyendiri untuk muhasabah, membaca Alquran, menjaga pendengaran, penglihatan serta menjaga mulut dari membicarakan sesuatu yang tidak ada manfaat baginya, memakmurkan masjid dengan dzikir. Maka ia akan memperoleh balasan dari Allah sesuai dengan apa yang ia niatkan.
Beberapa poin penting yang bisa kita peroleh dari hadist ini:
- Kita dianjurkan memiliki semangat yang tinggi serta cita-cita yang luhur.
- Kita dianjurkan untuk ikhlas dalam melakukan amal ketaan dan segala amal yang kita lakukan.
- Kita dianjurkan untuk membaktikan diri kita berkhidmat kepada agama meskipun harus berpisah dari negeri harta dan anak kita.
- Hadist ini menjelaskan kepada kita bahwa amal perbuat itu tidak dilihat dari wujudnya amal perbuatan tersebut akan tetapi yang dilihat adalah pendorong amal perbuatan yaitu niat.
Dikutip dari kitab Tuhfah an-Nadhirin, kitab al-Jawahiril al-Lu’luiyyah, dan kitab Taudzihat al-Imam al-Haddad.
Ditulis oleh Ustadz Ali Musthofa (Staf Pengajar Pondok Pesantren Riyadhul Jannah Surakarta)
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id