IBADAH NABI MUHAMMAD SEBELUM NUBUWAH
Di antara tanda-tanda kenabian dan tersebarnya kabar itu adalah : Sebagaimana di dalam kisah masuk Islamnya Salman Al-Farisi dan bagaimana beliau menukil dari banyak rabi-rabi dari satu tempat ke tempat lain. Hingga pada akhirnya ia ditunjukkan kepada tempat diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika beliau sampai di kota Madinah, beliau mengenali sifat-sifat Nubuwah ada pada diri Rasulullah, sehingga ia masuk Islam.
Ketika Nabi Muhammad berumur 38 tahun : Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat sinar cahaya dan mendengar suara panggilan yang tidak dapat dilihat dari mana asalnya. Di tahun ini, beliau suka menyendiri dan beliau menyendiri di gua Hira. Dikatakan bahwa ibadahnya Nabi Muhammad (sebelum Nubuwah) adalah tafakkur. Dalam pendapat lain yang lebih Shahih bahwa ibadah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah berdzikir.
Para Ulama juga berbeda pendapat mengenai syari’at mana yang dianut oleh umat beragama pada masa itu. Ada yang berpendapat bahwa mereka menganut syari’at Nabi Nuh. Pendapat lain mengatakan syari’at Nabi Ibrahim, dan ini adalah pendapat yang Zhahir. Pendapat lain mengatakan syari’at Nabi Musa ‘alaihimussalam. Dan pendapat lain mengatakan bahwa syari’at mereka tidak lazim hanya dari satu Nabi, dan itu adalah pendapat yang Mukhtar. Adapun pendapat Zhahir merujuk pada firman Allah Ta’ala :
وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا ۚ مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ
Artinya : “Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu” (Q.S. Asy-Syura : 52).
Begitu pula karena tidak adanya dalil secara Aqli dan Naqli serta Ijma’, begitulah sebagaimana pemahaman di dalam pendapat Imam Nawawi rahimahullah.
Namun, para Ulama bersepakat bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah sekalipun menyembah berhala, dan tidak pernah sedikitpun terlibat dalam kebodohan orang-orang Jahiliyah. Begitu pula para Nabi ‘alaihissalam semuanya, mereka adalah Nabi yang ma’sum dari kekufuran dan perbuatan dosa besar, baik sebelum Nubuwah maupun sesudahnya. Dan mereka tidak pernah pula berbuat dosa kecil, menurut pendapat ahli haqiqat.
Referensi :
(Yahya bin Abu Bakar al-‘Amiri, Bahjatul Mahafil wa Bughyatul Amatsil : hlm. 69 – 71)
Oleh Habib Ahmad bin Muhammad Assegaf ( Staf Pengajar Pondok Pesantren Riyadhul Jannah Surakarta )
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id