Pertanyaan : Bagaimana hukum kopi luwak yang diambil dari sisa kotoran musang?
Jawaban :
Hukumnya boleh dimakan apabila masih berupa biji kopi asli (tidak hancur) seandainya ditanam bisa tumbuh lagi, dengan catatan wajib dicuci terlebih dahulu karena kopi tersebut mutanajjis.
Referensi :
1. Dalam kitab Majmu’ Syarah al-Muhazzab karya Imam al-Nawawi disebtukan :
ﻗﺎﻝ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﺫﺍ ﺃﻛﻠﺖ ﺍﻟﺒﻬﻤﻴﺔ ﺣﺒﺎ ﻭﺧﺮﺝ ﻣﻦ ﺑﻄﻨﻬﺎ ﺻﺤﻴﺤﺎ ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻧﺖ ﺻﻼﺑﺘﻬﺎ ﺑﺎﻗﻴﺔ ﺑﺤﻴﺚ ﻟﻮ ﺯﺭﻉ ﻧﺒﺖ ﻓﻌﻴﻨﻪ ﻃﺎﻫﺮﺓ ﻟﻜﻦ ﻳﺠﺐ ﻏﺴﻞ ﻇﺎﻫﺮﻩ ﻟﻤﻼﻗﺎﺓ ﺍﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﻻﻧﻪ ﻭﺍﻥ ﺻﺎﺭ ﻏﺬﺍﺀ ﻟﻬﺎ ﻓﻤﺎ ﺗﻐﻴﺮ ﺍﻟﻰ ﺍﻟﻔﺴﺎﺩ ﻓﺼﺎﺭ ﻛﻤﺎ ﻟﻮ ﺍﺑﺘﻠﻊ ﻧﻮﺍﺓ ﻭﺧﺮﺟﺖ ﻓﺄﻥ ﺑﺎﻃﻨﻬﺎ ﻃﺎﻫﺮ ﻭﻳﻄﻬﺮ ﻗﺸﺮﻫﺎ ﺑﺎﻟﻐﺴﻞ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻧﺖ ﺻﻼﺑﺘﻬﺎ ﻗﺪ ﺯﺍﻟﺖ ﺑﺤﻴﺚ ﻟﻮ ﺯﺭﻉ ﻟﻢ ﻳﻨﺒﺖ ﻓﻬﻮ ﻧﺠﺲ ﺫﻛﺮ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺘﻔﺼﻴﻞ ﻫﻜﺬﺍ ﺍﻟﻘﺎﺿﻰ ﺣﺴﻴﻦ ﻭﺍﻟﻤﺘﻮﻟﻰ ﻭﺍﻟﺒﻐﻮﻯ ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ
“ Sahabat kami r.a. berkata, ‘Ketika binatang menelan sebuah biji, lalu keluar dari perutnya dalam keadaan utuh, maka harus dilihat dari kerasnya biji itu. Kalau kerasnya biji itu tetap dalam arti ketika biji itu ditanam lantas tumbuh, maka hukum biji itu suci. Tetapi wajib dicuci permukaan biji itu karena bersentuhan dengan najis. Karena, meskipun biji itu merupakan makanan binatang itu, tetapi biji tersebut tidak menjadi rusak. Ini sama halnya dengan biji yang ditelan binatang, lalu keluar dari duburnya, maka bagian dalam bijinya adalah suci dan suci kulit bijinya dengan dibasuh. Tetapi jika kekerasan biji itu hilang artinya ketika biji ditanam tidak tumbuh, maka hukum biji itu najis.’ Demikian disebutkan secara rinci. Begitulah dikatakan Qadhi Husein, al-Mutawalli, al-Baghawi, dan ulama lain.”
2. Dalam kitab Nihayatul Muhtaj karya Imam al-Ramli disebutkan :
ﻧَﻌَﻢْ ﻟَﻮْ ﺭَﺟَﻊَ ﻣِﻨْﻪُ ﺣَﺐٌّ ﺻَﺤِﻴﺢٌ ﺻَﻠَﺎﺑَﺘُﻪُ ﺑَﺎﻗِﻴَﺔٌ ﺑِﺤَﻴْﺚُ ﻟَﻮْ ﺯُﺭِﻉَ ﻧَﺒَﺖَ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﺘَﻨَﺠِّﺴًﺎ ﻟَﺎ ﻧَﺠِﺴًﺎ ، ﻭَﻳُﺤْﻤَﻞُ ﻛَﻠَﺎﻡُ ﻣَﻦْ ﺃَﻃْﻠَﻖَ ﻧَﺠَﺎﺳَﺘَﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺎ ﺇﺫَﺍ ﻟَﻢْ ﻳَﺒْﻖَ ﻓِﻴﻪِ ﺗِﻠْﻚَ ﺍﻟْﻘُﻮَّﺓِ . ﻭَﻣَﻦْ ﺃَﻃْﻠَﻖَ ﻛَﻮْﻧَﻪُ ﻣُﺘَﻨَﺠِّﺴًﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺑَﻘَﺎﺋِﻬَﺎ ﻓِﻴﻪِ ﻛَﻤَﺎ ﻓِﻲ ﻧَﻈِﻴﺮِﻩِ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺮَّﻭْﺙِ ، ﻭَﻗِﻴَﺎﺳُﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺒَﻴْﺾِ ﻟَﻮْ ﺧَﺮَﺝَ ﻣِﻨْﻪُ ﺻَﺤِﻴﺤًﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﺑْﺘِﻠَﺎﻋِﻪِ ﺑِﺤَﻴْﺚُ ﺗَﻜُﻮﻥُ ﻓِﻴﻪِ ﻗُﻮَّﺓُ ﺧُﺮُﻭﺝِ ﺍﻟْﻔَﺮْﺥِ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﻣُﺘَﻨَﺠِّﺴًﺎ ﻟَﺎ ﻧَﺠِﺴًﺎ .
“Namun demikian, jika biji tersebut kembali dalam kondisi semula sekira ditanam dapat tumbuh maka hukumnya adalah mutanajjis, bukan najis. Karena itu, dapat difahami bahwa pendapat yang menyebutkan kenajisannya secara mutlaq kemungkinan jika tidak dalam kondisi kuat. Sementara itu, pendapat yang menyebut secara mutlaq sebagai mutanajjis kemungkinan dalam kondisi tetap, sebagaimana barang yang terkena kotoran lain. Yang serupa dengan biji-bijian adalah pada telur, maka jika keluar dalam kondisi utuh setelah ditelan dengan sekira ada kekuatan untuk dapat menetas, maka hukumnya mutanajjis bukan najis.”
3. Dalam Fathul Mu`in karya Zainuddin al-Malibari disebutkan :
ﻭﻟﻮ ﺭﺍﺛﺖ ﺃﻭ ﻗﺎﺀﺕ ﺑﻬﻴﻤﺔ ﺣﺒﺎ، ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﺻﻠﺒﺎ ﺑﺤﻴﺚ ﻟﻮ ﺯﺭﻉ ﻧﺒﺖ، ﻓﻤﺘﻨﺠﺲ ﻳﻐﺴﻞ ﻭﻳﺆﻛﻞ، ﻭﺇﻻ ﻓﻨﺠﺲ
“Seandainya seekor binatang mengeluarkan kotoran atau memuntahkan biji-bijian, jika biji itu tersebut masih keras sekira kalau ditanam masih tumbuh, maka hukumnya adalah mutanajjis yang dapat dibasuh dan kemudian dimakan, tetapi jika tidak keras lagi, maka najis.”
Oleh: Ustadz Ali bin Alwi Assegaf, Staf Pengajar Pondok Pesantren Pondok Riyadhul Jannah Surakarta
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id
2 Comments
Cahyo
Akan tetapi pada kenyataannya rasa kopi yg masuk ke perut musang lebih enak atau berbeda dg yg tidak masuk perut musang. Berarti hal itu secara sadar mengalami permentasi dg kotoran walaupun sedikit. Bagaimana dg hal ini?
awh22
hukumnya tetap mutanajis, ketika dicuci lalu ditumbuk tidak jadi masalah