Hadits ke-11
Tiga Golongan Yang Tertolak Sholatnya
الحمد لله الذي علم بالقلم علم الإنسان ما لم يعلم الحمد لله الذي خلق الإنسان علمه البيان والصلاة والسلام على الذي لا ينطق عن الهوى إن هو إلا وحي يوحى أما بعد.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “ثَلَاثَةٌ لا ترفع صلاتهم فوق رؤوسهم شِبْرًا رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ وَأَخَوَانِ مُتَصَارِمَانِ. (رواه ابن ماجه)
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam menyebutkan ada tiga golongan yang sholat mereka diangkat meskipun hanya di atas kepala mereka (sholatnya ditolak oleh Allah) yaitu:
- Seorang yang menjadi imam suatu kaum akan tetapi kaumnya membenci dirinya.
- Seorang istri yang tidur di malam sementara suaminya sedang marah kepadanya.
- Dua orang saudara yang saling bertengkar atau bermusuhan.
- Pembahasan pertama: Seorang yang menjadi imam suatu kaum akan tetapi kaumnya membenci dirinya.
Dalam kitab Majmu’ Syarah Muhadzdzab disebutkan tentang kemakruhan seseorang menjadi imam sholat apabila sebagian besar makmumnya kurang suka apabila ia menjadi imam sholat mereka. Hal ini berdasarkan hadits riwayat sahabat Abdulloh bin Abbas Radhiyallahu Anhuma, Rasulullah bersabda:
ثَلَاثَةٌ لَا يَرْفَعُ اللَّهُ صَلَاتَهُمْ فَوْقَ رؤوسهم فَذَكَرَ فِيهِ رَجُلًا أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ
Ada tiga kelompok yang mana Allah tidak akan mengangkat shalatnya walau hanya sejengkal di atas kepalanya (tidak diterima oleh Allah). Kemudian Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam menyebutkan diantaranya seorang lelaki yang mengimami suatu kaum tetapi kaum tersebut membenci dirinya.
Imam Nawawi menyebutkan, “Apabila orang-orang yang membencinya lebih sedikit maka ia tidak makruh menjadi imam sholat mereka karena tidak seorangpun sepi dari seseorang yang membenci dirinya.”
Dalam permasalah ini. Imam Syafi’i dan para ulama’ Syafi’iyah berpendapat:
- Seseorang makruh menjadi imam sholat berjamaah apabila sebagian besar makmumnya benci kepadanya.
- Seseorang boleh (tidak makruh) menjadi imam sholat berjamaah apabila yang membenci dirinya hanya sebagian kecil dari makmumnya.
- Seseorang tetep boleh menjadi imam sholat berjamaah jama’ah meskipun yang membencinya setengah dari makmumnya.
Hal di atas senada dengan disampaikan oleh pengarang kitab Ibanah serta senada dengan apa yang diisyaratkan oleh imam Baghowi dan para ulama’ lainnya yang berpendapat bahwa kemakruhan seseorang menjadi imam bisa terjadi apabila sebagian besar makmumnya membenci dirinya.”
Para ulama’ Syafi’iyah membatasi batas kemakruhan seseorang menjadi imam sholat berjamaah apabila makmumnya membeci imam dengan sebab sesuatu yang dianggap buruk secara syariat seperti:
- Seorang pemimpin yang dholim,
- Orang yang menguasai dengan paksaan untuk jadi imam shalat (tidak memberi kesempatan orang lain menjadi imam meskipun orang tersebut lebih ahli dari pada dirinya) padahal ia bukan termasuk orang yang berhak dijadikan sebagai imam.
- Orang yang tidak bisa menjaga diri dari benda-benda najis.
- Orang yang tidak faham tentang tatacara shalat.
- Orang yang melakukan pekerjaan yang tercela.
- Orang yang selalu bergaul dengan orang-orang fasik dan semisalnya.
Apabila kriteria di atas tidak ada dalam diri seseorang imam maka ia boleh menjadi imam shalat berjamaah. Dan yang justru dicela adalah orang yang membenci imam tersebut. Hal demikian juga disampaikan oleh imam Al-khaththobi, al-Qodhi Husein, imam Al Baghowi dan lainnya.
Imam Haromain dan sekelompok ulama’ pernah mengkisahkan dari imam Qoffal bahwasanya beliau berkata, “Batasan kemakruhan seseorang menjadi imam shalat berjamaah akan tetapi sebagai besar makmum membencinya itu selalu imam tersebut tidak diangkat langsung oleh Sultan (pemerintah). Apabila imam sholat tersebut diangkat oleh pemerintah maka orang tersebut tidak makruh menjadi imam.” Ini (pendapat Imam Qoffal) adalah pendapat yang lemah.
Pendapat yang benar serta masyhur bahwa tidak ada perbedaan tentang kemakruhan seorang imam menjadi imam sholat baik diangkat langsung oleh pemerintah atau pun tidak. Karena kita membatasi kemakruhan dari segi imam sholat saja. Adapun makmum yang membenci imam sholat nya maka makmum tersebut tetep boleh ikut sholat dibelakang imam yang dibencinya. Pendapat ini dikuatkan oleh imam As-syeckh Abu Hamid dalam ta’liqotnya yang beliau nukil dari ketetapan hukum yang disampaikan oleh imam Syafi’i.
Adapun makmum, apabila orang-orang masjid membenci kedatangan dirinya maka imam Syafi’i menetapkan bahwa makmum tersebut tidak makruh untuk tetap menghadiri sholat berjamaah di masjid tersebut.
- Pembahasan kedua: Seorang istri yang tidur di malam sementara suaminya sedang marah kepadanya. Seorang istri yang tidak mendapatkan ridho suami Karena istri tersebut tidak melaksanakan hak-hak suaminya.
Adapun hak-hak suami yang harus dipenuhi oleh seorang istri sangatlah banyak. Dan seorang istri akan memperoleh pahala yang besar apabila melaksanakan nya dengan baik. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda
لو أمرتُ أحدًا أنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ ، لَأَمَرْتُ المرأةَ أنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِها
Seandainya aku diperintahkan supaya seseorang sujud di hadapan seseorang tentulah aku perintahkan seorang istri sujud dihadapan suaminya.
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda,
أيما امرأة ماتت وزوجها عنها راض دخلت الجنة
Siapapun istri yang meninggal dunia dan sang suami ridho kepadanya maka istri tersebut masuk ke dalam surga.
Rasulullah juga menyebutkan tentang keutamaan seorang istri yang taat kepada suaminya, maka ia akan diseru masuk ke dalam surga melewati manapun yang dikehendaki. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda,
إذا صلَّت المرأةُ خمسَها وصامت شهرَها وحفِظت فرجَها وأطاعت زوجَها قيل لها ادخُلي الجنَّةَ من أيِّ أبوابِ الجنَّةِ شئتِ
Apabila seorang istri telah menegakkan sholat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kehormatan dirinya serta mentaati suaminya maka diserukan kepadanya, “Masuklah surga dari pintu apapun yang engkau kehendaki.”
Apabila seorang istri telah menegakkan sholat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kehormatan dirinya serta menaati suaminya maka diserukan kepadanya, “Masuklah surga dari pintu apapun yang engkau kehendaki.”
Termasuk hak suami adalah seorang istri tidak boleh menolak apabila diajak oleh suaminya. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ زَوجتَهُ إلى فِرَاشِهِ فلم تأتِه فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا المَلَائِكَةُ حتَّى تُصْبِحَ.
Apabila seorang suami mengundang istrinya untuk datang ke atas ranjang kemudian sang istri tidak mengindahkan ajakan sang suami sehingga sang suami marah kepadanya maka para malaikat melaknat istri tersebut sampai waktu pagi.
Jadi wajib bagi seorang istri untuk menaati suaminya dan tidak melanggar perintah sang suami. Seorang istri tidak boleh memberikan izin orang lain masuk rumah sang suami begitupun menyedekahkan harta suami serta keluar rumah kecuali memperoleh izin dan ridho suami. Apabila sang istri melakukan hal tersebut di atas tanpa mendapatkan izin dan ridho suami maka ia telah melakukan perbuatan dosa. Sudah seharusnya seorang istri selalu berusaha untuk melaksanakan kewajiban sebagai istri kepada suami supaya ia meraih pahala dan ridho Allah Subhanahu Wa Ta’ala serta selamat dari murka dan siksa-Nya.
Sebaiknya bagi seorang suami untuk memberikan maaf kepada istrinya di waktu-waktu tertentu tanpa menuntut lebih kepada seorang istri untuk melaksanakan kewajiban sebagai istri kepada suami. Karena seorang perempuan dicipta dalam keadaan kurang dari segi akal dan agama. Umumnya kebanyakan istri menganggap remeh dan lalai dari hak-hak suami kepada dirinya.
ومن سامح سامحه الله، ومن تجاوز تجاوزه الله
Barangsiapa memaafkan maka Allah akan memaafkan kesalahannya, barangsiapa melampaui batas maka Allah akan melampaui batas dalam mengoreksi kesalahan-kesalahannya.
- Pembahasan ketiga:
Dua orang saudara yang saling bertengkar atau bermusuhan.
Dua orang saudara yang saling memutus hubungan persaudaraan karena kedua tidak melaksanakan hak-hak persaudaraan.
Imam at-Thiybiy menyebutkan persaudaraan disini bisa dari garis nasab maupun dari garis agama. Sebagaimana datang riwayat hadits:
«لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُصَارِمَ مُسْلِمًا فَوْقَ ثَلَاثٍ»
Tidak dihalalkan bagi seorang muslim mendiamkan saudara muslim yang lain melebihi tiga hari.
Maksud mendiamkan disini yaitu tidak mengajak bicara seperti kebiasaan hari-hari sebelumnya dengan tujuan bukan karena alasan yang dibenarkan oleh agama.
Poin penting yang bisa diambil dari hadits ini adalah:
- Anjuran untuk melakukan perdamaian, serta saling-mencintai karena Allah.
- Anjuran kepada seorang istri untuk menaati suaminya.
- Amal perbuatan akan tertolak selama seseorang melakukan perbuatan yang tercela di mata agama.
Di nukil dari kitab Tuhfah an-nadhirin, an-Nashoih ad-Diniyyah dan kitab Majmu’Syarah Muhadzdzab.
Ditulis oleh: Ustadz Ali Musthofa (staf pengajar Pondok Pesantren Riyadhul Jannah Surakarta)
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id